Iwan Fals & Kita NGGAK USAH DIBACA ATAU ABAIKAN

Wawancara Iwan Fals Bersama Pelajar SMA Seputar Dunia Pers

Rabu Sore (4/2) sekumpulan pelajar berseragam SMA asik mengobrol di parkiran motor. Lalu kudekati dan langsung kusapa dengan kalimat : “Selamat sore semua, adik-adik lagi pada ngapain di sini?”. Salah seorang dari mereka menjawab : “Iya om kami mau ketemu Om Iwan.” Seolah ingin menambah yakin dia berucap : “Kami sudah janjian sama Mbak Indri seminggu yang lalu, saya dikasih kartu nama Mbak Indri, udah kontak-kontak juga dan katanya hari ini bisa ketemuannya.“ Dalam hati saya bicara : “Oh, ini yang tadi dibilang bakal ada wawancara dari anak sekolah.” Sambil mempersilahkan masuk kutemani mereka berjalan dari parkiran motor menuju pendopo.

Saat itu usai latihan Iwan Fals ngobrol santai di bawah pohon manggis. Nampak Iwan Fals menerima dengan ramah kedatangan mereka. Satu persatu Iwan Fals menerima jabat tangan lalu memperkenalkan teman-taman Band. “Ini Yose, Ini Toto Tewel, ini Ardy, ini Sonata, ini Edi Darome, ini Balung, dan ini Silla dari manajemen.” Silla membuka pembicaraan dengan mempersilahkan mereka memulai wawancara. “Mana yang namanya Annisa? Silahkan Annisa memulainya bertanya ke Om Iwan”, kata Silla.

Sonata mempersilahkan kursinya untuk kutempati dan mulai kuperhatikan mereka sudah mempersiapkan diri dengan cukup baik. Seperti tim peliput berita yang sedang bekerja mereka bergegas menjalankan tugasnya masing-masing. Ada yang bertanya, ada yang mendokumentasi, dan ada yang diam menyimak. Annisa mengawali dengan memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud kedatangannya. “Kami berlima dari Kelas 3 SMA 3 Cibinong sedang menjalankan tugas sekolah. Tugas Praktek Pendidikan Kewarganegaraan tentang dunia pers. Bertanya kepada siapa saja dan kami memilih Om Iwan untuk diwawancara,” ungkap Annisa.

Berikut kutipan wawancara Iwan Fals bersama pelajar SMA seputar dunia pers.

Pertanyaan : “Bagaimana tentang dunia pers menurut Om Iwan?”
Jawaban : “Pers adalah kekuatan keempat setelah eksekutif, legislatif, yudikatif. Pers menjadi watchdog melakukan kontrol dan memberikan informasi serta pendidikan bagi masyarakat. Di Indonesia terkesan berita buruk lebih menarik dibicarakan. Lebih condong hiburan pendidikan kalah kuat. Pers yang mengabaikan kode etik jurnalistik watchdog kebablasan.”

Pertanyaan : “Bagaimana dengan berita yang nggak suka Om Iwan, komentar miring?”

Jawaban : “Nggak apa-apa. Meminjam istilah Bapak Ahok itu seperti lawan dan lawan adalah konsultan gratis. Pers yang jujur adalah menyajikan informasi secara akurat tidak memberikan berita palsu. Kini setiap orang menjadi pers. Kebohongan pers akan mengakibatkan sanksi sosial. Tentang tanggapan miring dan berita palsu bakal ada sanksi sosialnya. Nggak usah dibaca atau abaikan.”

Pertanyaan : “Bagaimana halnya dengan istilah pengalihan berita?”

Jawaban : “Dalam satu portal bisa memuat banyak berita. Tugasnya penulis tulis saja apa yang kamu tulis. Tentang yang ada di sini, saya dan teman-teman band, gelas, kursi, meja, batu, dan kamu yang wawancara tentang banyak hal direkam dan diedarkan. Bahwa pengalihan berita itu tergantung pembacanya. Pembaca bisa memilih apa yang mau dibaca.”

Pertanyaan : “Om Iwan pernah menyangka akan sukses seperti sekarang?”

Jawaban : “Nggak, sama seperti hari ini kita bisa ketemu nggak ada yang nyangka. Dulu saya penulis di Suara Merdeka Semarang dan Kompas tentang olah raga. Dulu sekolah musik jarang. Dulu jualan musik gampang sekarang susah. Karya musik sekarang mudah di download, pembajakan. Dinamika jaman.”

Pertanyaan : “Tips membuat lagu enak itu bagaimana?”

Jawaban : “Enak itu misteri, susah kalau mau mengikuti enaknya 7 miliar orang. Tapi yang penting enak buat saya dulu. Tahun 1975 mulai mengenal musik. Rekaman tahun 1979. Lagu pertama nggak pernah direkam, tentang sekolah. Industri musik hakekatnya pribadi, karena musik lahir dari seseorang dinikmati oleh seseorang yang suka. Saya bernyanyi di kamar mandi, berkarya kemudian mendapatkan pengakuan sosial jika karya saya bagus. Dan karya bagus itu dinilai bagus dimulai oleh saya. Musik sebagai jalan hidup saya maka tugas saya latihan terus bernyanyi. Pelari latihannya lari. Penulis latihannya nulis. Qari latihannya ngaji. Semua dijalani dengan tekun. Ukuran sukses adalah bahagia. Jika saya suka menulis maka saya akan menulis dan saya bahagia.”

Pertanyaan : “Apa kesibukan Om Iwan sehari-hari?”

Jawaban : “Senin, Rabu, Kamis latihan. Selasa, Jumat karate. Sabtu, Minggu kalau ada job dari Manajemen manggung. Kalau nggak ada job Minggu karate juga. Suka ikut teman-teman Oi diskusi. Kegiatan utama musik. Kalau ada job dari manajemen saya tinggalkan semua kegiatan karena saya sudah memilih musik sebagai jalan hidup. Sisanya baca buku, main twitter, main facebook.”

Pertanyaan : “Pesan untuk kami pelajar sekolah ?”

Jawaban : “Manfaatkan waktu muda. Cari dan jangan takut. Berekspresi sebanyak mungkin karena nggak bisa balikin umur. Belajar dan tanggung jawab dengan tugasnya sebagai pelajar”.


Terdengar suara adzan maghrib sesaat setelah wawancara usai dilakukan. Iwan Fals adalah musisi yang tak berjarak dengan dunia pers. Lewat karyanya mengungkapkan potret sosial dan sore itu Iwan Fals bicara mengalir, ekspresif, dan jujur. “Saya bukan pengamat sosial. Tugas saya menyanyi,” ungkap Iwan Fals. Teringat dengan sebuah gelar yang disematkan seperti pakar, ahli, atau kyai sekalipun adalah gelar yang bukan didasari oleh pengakuan individu tetapi sebuah penghormatan orang banyak dan bukan datang dari pengakuan diri dari pemilik gelar tersebut. Ketika Iwan Fals mengatakan kalau dirinya bukan seorang pengamat sosial maka ini menjadi sebuah tesis yang menemukan antitesisnya yang mengatakan Iwan Fals adalah pengamat sosial. Ini bukan gangguan pikir tetapi pendalaman pengetahuan tentang cakrawala berpikir dan mencari tahu tentang hal-hal yang berkaitan antara karya Iwan Fals dengan potret sosial yang ada. Iwan Fals mampu membuktikan dirinya menjadi seorang penyanyi dan bertanggungjawab atas tugasnya sebagai seorang penyanyi. Bahwa kemudian menjadi sumber berita bagi Annisa, Ajeng, Fahmi, Wintan, Dea adalah bentuk pengakuan sosial. Hayya’alal falaah, menyertai langkah pasti tunas-tunas muda meraih cita-cita. *sr

Leuwinanggung (5/2)

Tunjukkan apresiasimu terhadap Pers dengan cara meng-unggah (upload/post) karyamu yang berhubungan dengan Pers.
Karya dapat berbentuk tulisan, foto, gambar, dan juga video. Dapatkan kesempatan melihat Iwan Fals & Band latihan, caranya --> Aksi Kita Hari Pers Nasional