Opini POLITIK KOTOR vs POLITIK SUCI

Jika persepsi selama ini dominan mengatakan bahwa politik itu kotor maka semestinya politisi itu profesi terlarang. Negara berkewajiban menghukum dan melarang ada partai politik dan politisi sebagai pilihan hidup. Tidak ada partai politik tidak ada politisi bahkan tidak ada pemerintah. Logikanya demikian. Apa semestinya demikian? Pernyataan menjadi pertanyaan padahal seharusnya pertanyaan menjadi pernyataan.

Agar objektif maka perlu mencari tahu “perbandingan mindset” berfikir yang mengatakan bahwa politik itu kotor. Ketemulah namanya politik kotor vs politik suci. Sejak kecil di sekolah diajarkan nilai-nilai kebaikan maka kebaikan menjadi bekal kehidupan yang melekat pada setiap orang. Bahwa kemudian ada “distorsi perilaku” maka yang salah bukan pelajaran sekolah tetapi manusia sebagai khalifah di bumi ini mesti tuntas kekhalifahannya terhadap diri sendiri.
Sabam Sirait politisi senior PDI-P menulis Buku “Politik Itu Suci”. Pemimpin terpilih 2014 beserta partai politik yang ada harus mampu mengesampingkan kepentingan golongan demi membangun Indonesia lebih baik lagi. Ia berulang kali menyampaikan jika Indonesia harus terus berjuang hingga berhasil mengentaskan kemiskinan, bukan malah menambah atau memperburuk masyarakat kurang mampu. Ia juga memberi catatan bagi para politikus muda agar terus mendalami politik dari berbagai sumber, agar mampu menangkap esensi jika politik itu suci.

Peristiwa politik tentang merebut kekuasaan, merebut kursi, pembagian kekuasaan dan berbagai hal yang membuat arti politik menjadi kotor. Padahal jika kekuasaan diserahkan dan kekuasaan dibiarkan kepada seseorang atau kelompok yang tidak layak menjalankannya maka sama dengan membiarkan kebodohan. Pilihannya adalah merebut kekuasaan.

Ada istilah rakyat dan wakil rakyat. Wakil rakyat adalah orang yang mendapatkan titipan. Rakyat adalah orang yang menitipkan kekuasaan. Wakil rakyat adalah penguasa karena dia memiliki kekuasaan untuk membuat aturan dan merubah aturan sementara rakyat mesti ikut taat pada aturan yang sudah disepakati. Untuk merebut kekuasaan bisa dipraktekan dengan 2 cara (langsung dan mewakilkan). Langsung menyatakan mampu menjadi penguasa dengan melalui proses politik yang ada atau cukup mewakilkan memberikan kepercayaan kepada orang lain yang dianggap mampu.

Politik itu perjuangan suci karena di dalamnya ada pertarungan ide, pergolakan gagasan, dan menjadi arah penentu nasib jutaan manusia hari ini dan masa depan. Politik itu seni memainkan irama dan membaca situasi sosial. Politik itu melekat dalam semua aspek kehidupan karena pada dasarnya manusia itu berpolitik.

Bagi saya tidak ada yang salah dengan politik. Sistem tata negara di Indonesia menciptakan partai menjadi ruang aspirasi kepentingan, kendaraan menuju kekuasaan dan pengkaderan lahirnya calon-calon pemimpin. Langkah strategis adalah melahirkan atmosfer kekuasaan sejalan dengan gagasan Indonesia Raya 3 Stanza. Langkah taktis adalah seniman menjadi inspirator penguasa agar kekuasaan tidak kotor. Penguasa dilahirkan dari satu lingkaran yang sama. Seperti kisah Mpu Barada dan Airlangga yang bersinergi dalam menyelesaikan persoalan. *sr


Leuwinanggung (8/12)