Wujud Konser Iwang Noorsaid untuk Iwan Fals

Sebagai seorang penyanyi Iwan Fals memandang Indonesia serius, tekun, dan mendalam. Serius karena dilakukan proses penalaran dan otak melakukan kegiatan berpikir sungguh-sungguh. Tekun karena dilakukan Iwan Fals sejak awal karirnya. Saat masih SMP Iwan Fals sudah mulai ikut aksi demonstrasi di ITB Bandung. Mendalam karena intuisi Iwan Fals mengolah peristiwa dalam goresan kata-kata dibawakan penuh penghayatan. “Untukmu Indonesia” adalah refleksi kebangsaan yang ditampilkan melalui pesan dari atas panggung Iwan Fals.

Eksplorasi pemikiran Iwan Fals yang dirangkum Sabtu malam (21/11) di Istora Senayan Jakarta berhasil menjadi magnet untuk berbagai golongan. Bagaimana tidak, harga tiket yang mahal tidak menyurutkan animo penonton lainnya untuk hadir ke Istora. Setengah jam sebelum pertunjukan dimulai penonton di luar stadion tidak sabar ingin menyaksikan sang idola tampil. Panitia sudah menyediakan layar di luar gedung untuk penonton yang tidak memiliki tiket. Rosana Listanto berada di tengah-tengah penonton menenangkan situasi. Rosana Listanto menghimbau : “Acara di dalam mulai Jam 8. Tolong hargai apapun yang disediakan panitia. Sebagai fans Bang Iwan kita saling menghargai dan menyepakati.”

“Pesawat Tempurku” mengusik kursi empuk penonton mendarat mulus menjadi lagu pembuka. “Mimpi Yang Terbeli” menggoda penonton semakin ekspresif. “Biaya-biaya sekarang tinggi karena ongkos politik tinggi. Tapi kalau politik murah harga-harga juga murah. Nanti kalo gue omongin bisa ngoceh terus sampai pagi. Saking pentingnya politik sampai masuk ke dalam hutan,” kata Iwan Fals sebelum dihalang bising ribuan deru gergajinya “Balada Orang Pedalaman”.

Nafas Iwan Fals makin bingar suarakan “Pinggiran Kota Besar”. Raung gitar Toto Tewel mengantar “Tanam Siram Tanam” hingga membuat emosi tersentak di sela gaduhnya suasana “Ada Lagi Yang Mati”.

Di tengah-tengah penonton hadir ibunda Iwan Fals, Hj. Lies. Iwan Fals menyebut Hj. Lies sebagai “ibuku atlet” karena ribuan kilo jalan yang kau tempuh “Ibu”. “Saya waktu kecil masih ingat ibu berkelahi sama tikus dapur. Tapi sekarang ibu pertiwi melawan tikus kantor,” kata Iwan Fals. Iwan Fals menyanyikan “Tikus Kantor” berbeda dari biasanya. Bersama Iwang Noorsaid memainkan musik klasik unik ditampilkan seperti zaman dahulu pada sebuah opera berbentuk drama iringan musik instrumental. Ini mengisyaratkan “Tikus Kantor” adalah persoalan klasik yang sudah berperan sejak zaman dulu.

Di panggung Istora dimainkan musik akustik “Serdadu”, “Oemar Bakrie”, dan “Wakil Rakyat” yang saat ini reputasi Ketua DPR dipertanyakan. Kritik Iwan Fals tentang wakil rakyat mengambil analogi peralatan bangunan seperti palu, paku, meteran dan catut. Palu untuk mengetuk putusan yang siapapun tidak bisa menghalangi. Paku dipatenkan supaya lobi yang sudah dipatenkan tidak pergi kemana-mana, meteran untuk mengukur supaya lebih akurat dan tidak meleset. Catut untuk mencatut yang bisa dicatut.

Kembali ke panggung utama Iwan Fals menyuarakan “Sore Tugu Pancoran”, “Tak Biru Lagi Lautku”, “Antara Aku Kau & Bekas Pacarmu”, dan “Yang Terlupakan” hingga penonton diam tak mau pergi. Iwan Fals meninggalkan panggung sejenak. “Bongkar” dibawakan oleh pengusung musik hiphop Neo dan kemudian Iwa K Rapper Indonesia menyanyikan “Bento”.

Iwan Fals kembali tampil tapi sendiri. Dengan petikan gitar khasnya semakin menjadi menyanyikan “Puing II”. Malam itu Iwan Fals menyanyikan 4 lagu baru yaitu “Janji-Janji”, “Kalo Takut Jangan”, “Lawan Korupsi”, dan “Untukmu Indonesia”.

“Kalo Takut Jangan” syair dari Abraham Samad. “Lawan Korupsi” syair dari Bambang Widjojanto. “Janji-Janji” adalah apa yang pernah diutarakan Bapak RI-1 agar segera diwujudkan bukan janji surga atau janji kompeni. "Nggak ada urusan dengan dukung mendukung, saya mendukung Indonesia lebih baik," tegas Iwan Fals.

Leuwinanggung, (22/11).

Penulis : Syaiful Ramadlan
Editor : Rosana Listanto