B I M A

Seorang lelaki berasal dari Oi Sii Desa Rontu Bima adalah anak petani yang memiliki cita-cita sekolah di perguruan tinggi. Bandung menjadi pilihan karena Bandung kota pendidikan dan di Bandung ada seorang paman orang Bima yang sukses. Perjalanan darat dan laut yang ditempuh Bima-Bandung melewati Sumbawa, menyeberangi Lombok, melintasi Bali, dan jalanan Surabaya sampai akhirnya Bandung ditempuh selama tiga hari tiga malam. Sang paman pemilik toko perlengkapan olah raga di Jalan Braga memiliki anak lelaki yang menjadi teman sekolah Virgiawan Listanto di SMP 5 Bandung.

Lelaki Bima berhasil diterima di perguruan tinggi negeri dan bekerja sehari-hari di toko sang paman. Lelaki Bima berhasil menempuh Sarjana Muda dan berani kembali ke Bima untuk menikah dengan gadis pujaannya seorang wanita Bima dari kalangan terhormat. Lelaki Bima ini bukan siapa-siapa jika dibanding puluhan lelaki lainnya yang berasal dari bangsawan dan saudagar. Tapi cinta menguatkan segalanya. Antara cinta dan cita-cita menjadi satu kekuatan.

Lelaki Bima memboyong sang isteri ke Bandung. Di Bandung lahir dan tumbuh berkembang seorang bocah lelaki, sebut saja Bima kecil. Bima kecil ini lahir, SD, SMP, SMA, dan menamatkan kuliah di Bandung. Betapa merindingnya Bima kecil tatkala mendengar kabar Bima bakal diguncang Iwan Fals. Dan faktanya lebaran haji Iwan Fals melakukan perjalanan ke kota tepian air, Kota Bima.

Bima kecil mengikuti dan menulis banyak hal yang terjadi saat Iwan Fals di Bima. “Mai ta ngguda mena fu’u haju. Jaga dana ra rasa ru’u ana cucu ndai ta,” pesan Iwan Fals di atas panggung melengkapi alunan lagu Pohon Untuk Kehidupan dan Tanam Siram Tanam. Pohon sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Salah satunya untuk menyimpan cadangan air bagi manusia. Manfaat pohon tidak hanya dirasakan kita saat ini tetapi untuk generasi anak cucu kita. “Dimana ada pohon di situ ada Oi (air, red). Dimana ada Oi di situ ada kehidupan,” kata Iwan Fals.

Pada malam sebelumnya Pink Studios mengadakan Meet & Greet Iwan Fals di Gedung Convention Hall Manggemaci. Malam penuh keakraban itu dihadiri oleh Walikota Bima, Ketua DPRD Kota Bima, tokoh-tokoh Kota Bima, pers, dan undangan. Iwan Fals sangat bersyukur bisa datang ke Bima karena 40 tahun lebih dia merindukan untuk bisa datang ke Bima. Iwan Fals mengakui : “Saya mengidolakan Sang Bima. Setelah saya tahu ada nama daerah di Indonesia yaitu Bima membuat saya mau datang kesini.”

Iwan Fals mengguncang Bima. Terik mentari membakar Bima yang dikenal dengan sebutan negeri dua belas matahari Bima Berteman dibuka dengan penampilan Tarian Kota Tepian Air. Iwan Fals menyapa ribuan penonton dengan Bangunlah Putra/i Pertiwi. Enam belas lagu dibawakan Iwan Fals & Band. Pohon Untuk Kehidupan, Tanam Siram Tanam, Surat Buat Wakil Rakyat, Asik Gak Asik, Kumenanti Seorang Kekasih, Buku Ini Aku Pinjam, Mata Indah Bola Pingpong, Aku Bukan Pilihan, Ijinkan Aku Menyayangimu, Bento, Bongkar, dan lagu yang Iwan Fals sebut sebagai lagu cita-cita, Hio.

Semakin sore lapangan semakin penuh. Penonton tersentuh hatinya tatkala Iwan Fals membawakan lagu Bima, Dambe-Dambe. Iwan Fals sudah seperti Sultan Bima dan penonton Bima turut bernyanyi bersama. “Lagu berbahasa Bima ini dinyanyikan cukup fasih oleh Sang Maestro Indonesia. Diaransemen dengan sedikit tambahan musik,” ujar Bin dari Kabar Harian Bima.

Syair Kerajaan Bima membentuk atmosfir batiniah. Totalitas Iwan Fals dan ramuan musik band yang sangat kuat mengguncang batin dan pengaruhnya dirasakan oleh ribuan penonton. Syair Kerajaan Bima mampu memancarkan energi luar biasa. Tentang Tambora 1815 yang letusannya empat kali lipat dari amuk Krakatau 1883 dan sepuluh kali lipat dari erupsi Gunung Pinatubo Filipina 1991. Kegelapan yang menyelimuti bumi akibat Tambora menginspirasi novel-novel misteri legendaris seperti Darkness karya Lord Byron, The Vampir karya Dr John Palidori dan novel Frankenstein karya Mary Shelley. “Ini lagu bikin merinding. Saya bukan orang Bima aja begini apalagi orang Bima,” ucap Yoprud dari Jakarta.

Sore itu sejuk. Itulah Bima dan karakternya. Bukan pengeluh dan sabar untuk menghadapi panas dan gersang. Berani dan melindungi untuk bertahan hidup. Di Bawah Tiang Bendera menjadi lagu penutup. Bima, Bandung, Jakarta, dan kota-kota lainnya adalah satu kesatuan dan semuanya adalah saudara karena kita adalah saudara.

Konser adalah silaturahmi. Dalam silaturahmi ada perjalanan sang waktu. Sang waktu bisa dibuka kembali lembaran sejarahnya. Jika sejarah hari ini sebagai penyaksi dan sejarah masa lalu sebagai pengetahuan maka esok lusa bakal lahir sejarah baru dan kita adalah pelaku sejarah. Terima kasih Bima Berteman. *sr


(Bima, 28/9).