Cerita Panggung Harmoni Musik Harmoni Kehidupan


Sabtu malam (30/5) di atas panggung Lapangan Suryadarma Kalijati Iwan Fals mengajak semua untuk bersih pikir dan bersih hati dalam menyikapi keadaan. “Mun teu ngoprek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih,” kata Iwan Fals. Bahwa segala hal harus memakai akal dan diteliti, setelah diteliti hasilnya dijadikan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.

Menyapa penonton dengan enam belas lagu pilihan selama dua jam memberikan makna tersendiri dari sebuah pertunjukan musik. Tidak kurang dari dua puluh ribu penonton yang terpanggil hadir di sana. Atmosfer silih asah, silih asih, silih asuh berlangsung menjadi harmoni kehidupan dari sebuah babak pertunjukan. Silih asah adalah saling mengembangkan diri dengan pengetahuan agar masyarakat mampu merespon perkembangan zaman. Silih asih adalah cinta kasih kepada Tuhan, alam, dan sesama manusia. Silih asuh itu mengayomi dan memupuk kebersamaan agar tidak terjadi konflik sosial. Siliwangi dimaknai sebagai silih wawangi artinya saling mengharumkan. Prabu Siliwangi menciptakan kesadaran dan pengetahuan trilogi silih asah, silih asih, silih asuh. Dari Prabu Siliwangi trilogi ini melekat pada masyarakat Sunda sebagai tuntunan hidup sampai sekarang.

Harmoni itu berlangsung bukan saja di wilayah bermain musik. Pada ruang kehidupan yang lebih luas harmoni itu lahir karena keselarasan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan manusia. Seperti saat Iwan Fals menyerahkan pohon kepada Komandan Lanud Suryadarma Kolonel Penerbang Tahyodi, Kepala Depo Djinggo Yudi, dan Dedi Sumardi. Kemudian Dedi Sumardi membalas dengan memberikan toleat alat musik tradisional Subang.

Menjelang lagu terakhir Iwan Fals berkata : “Hati-hati di jalan. Besok donor darah. Jaga kesehatan, jangan begadang. Hatur nuhun.” Kemudian meluncur Pemborong Jalan dengan potongan kalimat fals “Baru kemarin selesai diaspal. Terkena hujan kok jerawatan?” *sr


Leuwinanggung, (2/6).